Ayo Kawan – Sebanyak 46 warga Palestina yang mengalami luka dan sakit berhasil meninggalkan Jalur Gaza melalui perbatasan Rafah menuju Mesir pada Minggu (2/2) untuk mendapatkan perawatan medis. Informasi ini diperoleh dari sumber medis yang mengonfirmasi bahwa mereka termasuk dalam kelompok yang mendapatkan izin keluar setelah perbatasan tersebut kembali dibuka.
Gerbang perbatasan Rafah sebelumnya ditutup selama lebih dari delapan bulan akibat serangan militer Israel yang terjadi di wilayah Gaza selatan. Penutupan tersebut menyebabkan ribuan warga Palestina, terutama yang membutuhkan perawatan medis mendesak, tidak dapat mengakses fasilitas kesehatan di luar wilayah konflik. Namun, pada Sabtu (1/2), gerbang ini akhirnya kembali dibuka, memungkinkan pasien pertama untuk meninggalkan Gaza.
Sumber medis menyebutkan bahwa mayoritas dari mereka yang berhasil melintasi perbatasan adalah pasien kanker yang membutuhkan pengobatan segera. Selain itu, beberapa warga yang mengalami cedera akibat konflik juga termasuk dalam kelompok yang diizinkan keluar bersama pendamping mereka.
Menurut sumber yang sama, diperkirakan sekitar 50 pasien dan korban luka akan meninggalkan Gaza setiap harinya untuk mendapatkan perawatan di luar negeri. Proses ini dilakukan di bawah pengawasan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang berupaya memastikan pasien menerima perawatan yang layak setelah berbulan-bulan berada dalam kondisi yang sulit di Gaza.
Sehari sebelumnya, sekitar 50 anak-anak dan pasien telah lebih dulu meninggalkan wilayah tersebut. Peristiwa ini menandai pertama kalinya perbatasan Rafah kembali digunakan untuk evakuasi medis sejak penutupannya pada Mei 2024.
Pembukaan kembali perbatasan ini terjadi di tengah gencatan senjata sementara yang mulai diberlakukan pada 19 Januari. Perjanjian ini merupakan bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel, yang sekaligus menghentikan sementara konflik yang telah berlangsung sejak Oktober 2023. Sejak awal agresi militer tersebut, hampir 47.500 warga Palestina dilaporkan tewas, sementara lebih dari 111.500 lainnya mengalami luka-luka.
Tindakan Israel di Gaza kini menghadapi tekanan hukum di tingkat internasional. Pada November tahun lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, serta mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant. Keduanya didakwa atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di Gaza.
Selain itu, Israel juga tengah menghadapi gugatan di Mahkamah Internasional (ICJ) atas dugaan tindakan genosida yang dilakukan selama agresinya di wilayah Palestina. Kasus ini mendapat perhatian luas dari komunitas internasional, dengan berbagai negara mendesak penyelidikan dan tindakan hukum yang lebih tegas terhadap Israel.
Dengan dibukanya kembali perbatasan Rafah, diharapkan lebih banyak pasien Palestina yang membutuhkan pertolongan medis dapat segera mendapatkan akses ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai di luar Gaza. Meski demikian, situasi kemanusiaan di wilayah tersebut masih berada dalam kondisi yang kritis, dan nasib ribuan warga lainnya yang masih terjebak di zona konflik tetap menjadi perhatian utama berbagai organisasi kemanusiaan global.