Ayo Kawan – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan penyitaan terhadap sebuah rumah di Daerah Istimewa Yogyakarta yang diduga memiliki keterkaitan dengan kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu. Rumah yang diperkirakan bernilai sekitar Rp1,5 miliar itu disita karena diduga berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang melibatkan mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyampaikan bahwa langkah penyitaan tersebut merupakan bagian dari proses penyidikan yang tengah dilakukan. Penyidik KPK juga telah memeriksa tiga orang saksi yang berasal dari berbagai latar belakang, yaitu staf Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman, notaris/PPAT Swandari Handayani, serta pihak swasta bernama Naidatin Nida. Para saksi ini dimintai keterangan terkait dugaan bahwa rumah tersebut dibeli menggunakan dana hasil pemerasan dan gratifikasi yang diperoleh oleh tersangka.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Bengkulu pada 23 November 2024. Operasi tersebut dilaksanakan setelah adanya informasi terkait dugaan pemerasan terhadap pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu, yang diduga dilakukan untuk mengumpulkan dana bagi kepentingan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Dalam operasi itu, delapan orang diamankan oleh penyidik KPK, namun hanya tiga orang yang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka, sementara lima lainnya berstatus sebagai saksi.
Pada 24 November 2024, KPK secara resmi menetapkan Rohidin Mersyah sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi. Selain dirinya, dua orang lainnya yang turut menjadi tersangka adalah Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri, serta ajudan gubernur, Evrianshah.
Dalam kasus ini, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah mengalami perubahan melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, mereka juga dikenai pasal tambahan, yakni Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
KPK terus mendalami aliran dana yang diduga berasal dari hasil korupsi dan digunakan untuk membeli aset, termasuk rumah yang telah disita di Yogyakarta. Penyidik berupaya menelusuri jejak transaksi serta pihak-pihak yang mungkin terlibat dalam proses tersebut. Dengan penyitaan ini, diharapkan aset yang didapat secara ilegal dapat dikembalikan kepada negara.
Saat ini, proses penyelidikan masih berlanjut dengan pengumpulan berbagai bukti tambahan serta keterangan dari saksi-saksi lainnya. KPK berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini hingga ke akarnya guna memastikan bahwa setiap pelaku tindak pidana korupsi mendapatkan hukuman yang setimpal.