Ayo Kawan – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengambil langkah tegas dalam penyidikan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019–2024. Kali ini, larangan bepergian ke luar negeri diberlakukan terhadap Agustiani Tio Fridelina dan suaminya karena keterangannya dianggap krusial dalam penyelidikan perkara tersebut.
Langkah pencegahan ini telah dikonfirmasi oleh Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, yang menjelaskan bahwa keberadaan Agustiani dan suaminya sangat dibutuhkan untuk kelancaran proses hukum. Oleh karena itu, KPK berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi untuk memastikan keduanya tidak bisa meninggalkan Indonesia. Larangan tersebut mulai berlaku sejak 15 Januari 2025 dan diberlakukan selama enam bulan, dengan kemungkinan perpanjangan jika masih diperlukan dalam penyidikan.
Keputusan untuk menerapkan pencegahan ke luar negeri ini bukanlah tanpa alasan. Penyidik KPK menilai bahwa peran Agustiani dalam kasus ini cukup signifikan. Sebagai salah satu pihak yang diduga terlibat dalam proses suap, keterangannya menjadi elemen penting dalam mengungkap seluruh jaringan yang terlibat dalam kasus ini. Selain itu, pencegahan ini dilakukan untuk menghindari adanya potensi penghilangan barang bukti atau upaya melarikan diri dari proses hukum yang sedang berjalan.
Kasus ini masih berkaitan erat dengan skandal Harun Masiku, yang hingga kini masih berstatus buron. Pada 24 Desember 2024, KPK telah menetapkan dua tersangka baru dalam kasus ini, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dan seorang advokat bernama Donny Tri Istiqomah. Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyebut bahwa Hasto diduga berperan dalam mengatur strategi untuk melobi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, dengan tujuan menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI dari Dapil Sumsel I. Tak hanya itu, Hasto juga disebut mengendalikan Donny Tri Istiqomah dalam mengantarkan uang suap kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina.
Berdasarkan hasil penyidikan, penyuapan tersebut berlangsung dalam periode 16–23 Desember 2019. Wahyu Setiawan dan Agustiani disebut menerima total uang suap sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar AS agar Harun Masiku bisa ditetapkan sebagai anggota DPR RI. Selain kasus suap, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara perintangan penyidikan atau obstruction of justice. Ia diduga berperan dalam upaya menghambat penyelidikan yang dilakukan oleh KPK, termasuk dengan cara mengarahkan saksi atau pihak terkait untuk memberikan keterangan yang tidak sesuai fakta.
Hingga kini, Harun Masiku masih menjadi buronan sejak 17 Januari 2020, setelah berulang kali mangkir dari panggilan KPK. Keberadaannya masih menjadi tanda tanya besar, meskipun upaya pencarian terus dilakukan oleh pihak berwenang. KPK menegaskan bahwa upaya penegakan hukum dalam kasus ini terus dilakukan secara intensif. Larangan bepergian ke luar negeri bagi Agustiani dan suaminya menjadi bagian dari strategi agar proses penyidikan berjalan lancar tanpa adanya upaya menghilangkan barang bukti atau mempengaruhi saksi.
Dengan semakin banyaknya tersangka yang terungkap dalam kasus ini, KPK berharap bahwa jaringan suap dalam proses PAW DPR bisa dibongkar sepenuhnya. Langkah pencegahan dan penyidikan yang terus diperketat menunjukkan komitmen KPK dalam menindak tegas praktik korupsi di Indonesia, terutama yang melibatkan pejabat publik dan lembaga tinggi negara. Namun, tantangan dalam kasus ini masih besar. Harun Masiku yang hingga kini belum ditemukan menjadi salah satu hambatan dalam mengungkap seluruh alur korupsi yang terjadi. KPK pun terus bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk instansi penegak hukum lainnya, untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam kasus ini bisa diproses secara hukum.
Dengan adanya perkembangan terbaru ini, publik tentu menantikan langkah selanjutnya dari KPK dalam menyelesaikan kasus yang sudah berjalan bertahun-tahun ini. Harapan besar diletakkan pada lembaga antirasuah tersebut agar bisa menuntaskan kasus ini secara transparan dan adil, serta menindak siapa pun yang terbukti bersalah tanpa pandang bulu.