Ayo Kawan – Pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Teluk Guantanamo, Kuba, kembali menjadi pusat perhatian setelah sejumlah pasukan militer AS tiba di lokasi pada akhir pekan. Kehadiran mereka bertujuan untuk membangun pusat penahanan migran sesuai dengan arahan dari Presiden Donald Trump.
Pentagon melaporkan bahwa pengiriman pasukan ini dilakukan atas instruksi langsung dari Trump kepada Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) dan Kementerian Pertahanan AS. Dalam laporan yang dirilis pada Senin, Pentagon menyebutkan bahwa para personel militer yang dikirim ke Guantanamo akan bergabung dengan pasukan yang telah lebih dulu bertugas di sana. Mereka akan membantu operasi yang dipimpin oleh DHS dalam menangani migran ilegal yang ditahan di fasilitas tersebut.
Setidaknya 150 personel dari Angkatan Darat dan Marinir AS telah berada di lokasi guna mempercepat pembangunan fasilitas baru. Fasilitas yang diinisiasi oleh Trump ini dirancang untuk dapat menampung sekitar 30.000 migran yang tidak memiliki dokumen resmi. Jumlah tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah maksimum tahanan yang pernah ditampung di fasilitas tersebut sebelumnya, yakni 780 orang, selama puncak Perang Melawan Terorisme AS.
Keputusan untuk membangun pusat penahanan baru ini berawal dari instruksi yang dikeluarkan oleh Trump pada Rabu sebelumnya. Dalam instruksi tersebut, ia meminta Pentagon untuk segera menyiapkan fasilitas yang dapat menampung “imigran gelap kriminal paling berbahaya yang mengancam keselamatan rakyat Amerika.”
Trump juga menambahkan bahwa beberapa individu yang ditahan memiliki rekam jejak kriminal yang sangat buruk, sehingga ia meragukan apakah negara asal mereka bersedia menerima mereka kembali. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa AS perlu mengambil tindakan tegas dengan menahan mereka di fasilitas yang aman.
Pembangunan fasilitas penahanan ini menambah daftar tugas besar bagi militer AS dalam beberapa waktu terakhir. Selain harus mendirikan pusat penahanan di Guantanamo, militer juga ditugaskan untuk mengerahkan lebih banyak pasukan ke perbatasan selatan AS dalam rangka memperketat pengamanan terhadap imigran ilegal.
Guantanamo sendiri bukanlah nama yang asing dalam sejarah penahanan militer AS. Penjara ini telah lama dikenal sebagai tempat di mana para tahanan ditahan selama bertahun-tahun setelah serangan teror 11 September 2001. Selain itu, lokasi ini juga kerap menjadi sorotan internasional karena laporan mengenai adanya praktik penyiksaan terhadap para tahanan.
Keputusan Trump untuk kembali memanfaatkan fasilitas di Guantanamo sebagai pusat penahanan migran tentu menuai berbagai reaksi. Sebagian pihak mendukung langkah ini sebagai upaya memperkuat kebijakan imigrasi AS, sementara pihak lain mengkhawatirkan dampaknya terhadap hak asasi manusia serta citra AS di mata dunia.
Hingga kini, belum ada informasi lebih lanjut mengenai kapan fasilitas tersebut akan mulai beroperasi penuh. Namun, dengan pengerahan pasukan dan percepatan pembangunan, pusat penahanan migran di Guantanamo diperkirakan akan segera difungsikan dalam waktu dekat.